Struktur Teori Akuntansi: Sifat Postulat-Postulat, Konsep-Konsep dan Prinsip-Prinsip Akuntansi Keuangan.


 

Sifat Struktur Teori Akuntansi

    Pendekatan dan metodologi apa pun yang digunakan dalam penyusunan teori akuntansi (deduktif atau induktif, normatif atau deskriptif), rerangka acuan yang dihasilkan didasarkan pada serangkaian elemen dan hubungan yang mengatur pengembangan teknik akuntansi.

Struktur teori akuntansi terdiri dari:

  1. Pernyataan tujuan laporan keuangan.
  2. Pernyataan postulat dan konsep teoritis akuntansi yang terkait dengan asumsi-asumsi lingkungan dan sifat unit akuntansi. Postulat dan konsep teoritis diturunkan dari pernyataan tujuan.
  3. Pernyataan tentang prinsipprinsip dasar yang didasarkan pada postulat dan konsep teoritis.
  4. Batang tubuh teknikteknik akuntansi yang diturunkan dari prinsipprinsip akuntansi.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Sifat Postulat-Postulat, Konsep-Konsep dan Prinsip-Prinsip Akuntansi Keuangan.

Pengembangan postulat, konsep teoritis dan prinsip akuntansi telah menjadi tugas yang paling menantang dan sulit dalam akuntansi. Adanya kekurang tepatan terminologi, yang telah diakui oleh kebanyakan teoritikawan, telah menambah permasalahan. Littleton merujuk permasalahan ini dengan menyatakan bahwa:

Setiap buku biasanya terdiri dari aksioma, konvensi, generalisasi, metode, aturan, postulat, praktik, prosedur, prinsip, dan standar. Istilahistilah ini tidak dapat dipandang sinonimus.

Kebingungan seperti itu dapat dihindari dengan mempertimbangkan penyusunan struktur teori akuntansi secara deduktif, proses interaktif di mana tujuan akuntansi menyediakan dasar untuk postulat dan konsep teoritis dari mana teknikteknik diturunkan.


 


 

Pengertian Postulat, Konsep Teoritis, Prinsip dan Teknik Akuntansi.

  1. Postulat akuntansi adalah pemyataan yang tidak memerlukan pembuktian atau aksioma, berterima umum berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, menggambarkan lingkungan ekonomi, politik, sosiologi dan hukum tempat akuntansi beroperasi.
  2. Konsep teoritis akuntonsi adalah juga pemyataan yang tidak memerlukan pembuktian atau aksioma, juga berterima umum berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, yang menggambarkan sifat entitas akuntansi yang beroperasi dalam ekonomi bebas yang dikarakteristikkan oleh kepemilikan pribadi atas kekayaan.
  3.     Prinsip akuntansi adalah aturan keputusan umum, yang diturunkan baik dari tujuan     dan konsep teoritis akuntansi, yang mengatur pengembangan teknikteknik akuntansi.
  4.     Teknik akuntansi adalah aturan spesifik yang diturunkan dari prinsip akuntansi     untuk memperlakukan transaksi atau peristiwa tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi.


 

Postulat – Postulat Akuntansi

  1. Postulat Entitas

Akuntansi mengukur hasil operasi dari suatu entitas, yang terpisah dan berbeda dari pemilik entitas. Postulat entitas mengatakan bahwa setiap perusahaan merupakan
unit akuntansi yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya dan perusahaan lain. Postulat entitas merumuskan bidang perhatian akuntan dan membatasi jumlah objek, peristiwa dan atribut peristiwa yang harus dimasukkan dalam laporan keuangan. Postulat memungkinkan akuntan membedakan antara transaksi bisnis dan individu: akuntan melaporkan transaksi perusahaan, bukan transaksi pemilik perusahaan. Postulat juga mengakui tanggung jawab pelayanan manajernen pada pemegang saham. Konsep entitas diterapkan pada kemitraan, kepemilikan tunggal, korporasi (perseroan terbatas dan bukan perseroan terbatas), dan perusahaan kedl dan besar. Konsep ini juga diterapkan pada segmen perusahaan (seperti divisi) atau beberapa perusahaan (seperti konsolidasi perusahaan yang saling terkait).

Salah satu definisi melihat bahwa entitas akuntansi merupakan unit ekonomi yang bertanggung jawab atas aktivitas ekonomi dan pengendalian administratif atas unit.

Difinisi lainnya yang berorientasi pemakai menyatakan bahwa entitas akuntansi berada dalam kerangka kepentingan ekonomi berbagai pemakai, dan bukan aktivitas ekonomi dan pengendalian administratif unit. Konsep dari American Accounting Assodation tahun 1964 dan komite studi penelitian standar tentang konsep entitas bisnis mendukung pandangan ini, meyatakan bahwa "batasan entitas ekonomi dapat diidentifikasi:

  1. Dengan menentukan kepentingan individual atau kelompok.
  2. Dengan menentukan sifat kepentingan individual atau kelompok.

Pendekatan kedua ini menjustifikasi kemungkinan perluasan data yang merupakan hasil dari skopa akuntansi baru sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan potensial semua pemakai.


 

2.    Postulat Kelangsungan Usaha

Postulat kelangsungan usaha, atau postulat kontinuitas, menyatakan bahwa entitas akuntansi akan terus beroperasi untuk melaksanakan projek, komitmen, dan aktivitas yang sedang berjalan. Postulat mengasumsikan bahwa perusahaan tidak diharapkan untuk dilikuidasi dalam masa mendatang yang dapat diketahui dari sekarang atau bahwa entitas akan terus beroperasi untuk periode waktu yang tidak tertentu. Jadi, laporan keuangan menyediakan pandangan sementara atas situasi keuangan perusahaan dan hanya merupakan bagian dari seri laporan yang berkelanjutan. Kecuali untuk kasus likuidasi, pemakai menginterpretasikan informasi yang dihitung dengan dasar asumsi kontinyuitas perusahaan. Jika entitas memberi kehidupan, yang terbatas, maka laporan yang sesuai akan menspesifikasi data terminal dan sifat likuidasi.

Postulat kelangsungan usaha menjustifikasi penilaian aset dengan dasar nonlikuidasi dan menyediakan dasar untuk akuntansi depresiasi dengan pertimbangan:

  1. Pertama, karena baik nilai sekarang maupun nilai likuidasi tidak memadai untuk penilaian aset, postulat kelangsungan usaha meminta penggunaan kos historis untuk penilaian aset.
  2. Kedua, aset tetap dan aset tidak berwujud diamortisasi selama umur manfaatnya, dan bukan selama periode yang lebih pendek dalam ekspektasi likuidasi.

Postulat kelangsungan usaha juga diterapkan untuk mendukung teori manfaat. Harapan tentang manfaat di masa mendatang mendorong manajer untuk melihat ke depan dan memotivasi investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan. Kelangsungan usaha (yaitu, kontinuitas entitas akuntansi yang tidak terbatas) adalah penting untuk justifikasi teori manfaat.

Beberapa teoritikawan akuntansi mempertimbangkan postulat kelangsungan usaha sebagai sesuatu yang diperlukan dan sebagai konvensi akuntansi yang penting. Paton dan Littleton secara sederhana menyatakan bahwa "kemungkinan suatu aktivitas berhenti secara tibatiba tidak dapat menghasilkan pondasi bagi akuntansi".

Semua teoritikawan akuntansi tidak sepakat dalam interpretasi tentang postulat kelangsungan usaha. Storey dan Sterling secara terpisah berpendapat bahwa postulat kelangsungan usaha tidak memberikan justifikasi untuk penilaian sediaan dengan kos. Storey berpendapat bahwa "hal tersebut merupakan konvensi realisasi dan bukan konvensi kelangsungan usaha yang mensyaratkan penilaian sediaan dengan kos". Sterling berpendapat, anggapan bahwa entitas akuntansi memiliki kehidupan yang tidak terbatas tidak menjustifikasi nilai likuidasi, tetapi juga bahwa asumsi ini bukan alasan yang memadai untuk menggunakan kos historis ketika terdapat alternatif penilaian lain yang lebih relevan. Selanjutnya, jika postulat kelangsungan usaha dipertahankan, hal tersebut diyakini sebagai prediksi.

Beberapa teoritikawan akuntansi tidak menyukai memasukkan postulat kelangsungan usaha dalam struktur teori akuntansi. Chambers memandang kelangsungan usaha sebagai entitas yang berada terus dalam keadaan likuidasi teratur, bukan dalam likuidasi dipaksakan. Interpretasi kelangsungan usaha ini sesuai dengan penggunaan "ekuivalen kas sekarang" sebagai dasar penilaian seperti diusulkan Chambers. Teoritikawan lain tidak memasukkan postulat kelangsungan usaha, karena. mereka menganggap hal tersebut tidak relevan dengan struktur teori akuntansi.

Semua titik pandang ini perlu untuk menginterpretasikan kembali postulat kelangsungan usaha. Postulat dipandang sebagai pertimbangan tentang kontinuitas berdasarkan bukti aktual terhadap dampaknya. Fremgen menawarkan suatu definisi yang konsisten dengan pandangan bahwa postulat kelangsungan usaha merupakan kesimpulan atau pertimbangan dan bukan asumsi, ketika dia menyatakan bahwa "entitas dipandang sebagai tetap berada dalam operasi secara tidak terbatas" dalam pengakuan bukti bukti terhadap kenyataan tersebut, tidak "dalam adanya bukti yang sebaliknya".


 

3.    Postulat Unit Pengukur

Unit pertukaran dan pengukuran diperlukan untuk mencatat transaksi perusahaan dengan cara yang seragam. Pengukur umurn yang dipilih dalam akuntansi adalah unit moneter. Pertukaran barang, jasa dan modal diukur dalam satuan uang. Postulat unit pengukur menyatakan bahwa akuntansi adalah pengukuran dan proses mengkomunikasikan aktivitas perusahaan yang dapat diukur dalam satuan moneter.

Postulat unit pengukur, atau postulat unit moneter, berimplikasi pada dua keterbatasan utama dalam akuntansi yaitu:

  1. Pertama, akuntansi terbatas untuk memprediksi informasi yang dinyatakan dalam satuan moneter; tidak mencatat dan mengkomunikasikan informasi lain yang relevan namun bersifat non-moneter.
  2. Informasi akuntansi diterima secara esensial sebagai bersifat moneter dan terkuantifikasi; informasi non-akuntansi diterima sebagai bersifat nonmoneter dan tidak terkuantifikasi.

        Pandangan ini mendorong kita untuk mendefinisi informasi akuntansi sebagai "kuantitatif, formal, terstruktur, dapat diaudit, numerik, dan berorientasi masa lampau" dan mendefinisi informasi nonakuntansi sebagai "kualitatif, informal, naratif, tidak teraudit, dan berorientasi masa depan".

Keterbatasan yang diakibatkan oleh postulat unit pengukur terkait dengan unit moneter itu sendiri sebagai unit pengukur. Karakteristik utama adalah daya beli unit moneter, atau kuantitas barang atau jasa yang satuan uang dapat digunakan. Teori akuntansi konvensional berhubungan dengan permasalahan ini dengan menyatakan bahwa postulat unit pengukur juga "postulat moneter yang stabil" dalam artian bahwa postulat menganggap daya beli dolar adalah stabil sepanjang waktu atau perubahannya tidak signifikan. Meskipun ini tetap digunakan dalam pelaporan keuangan sekarang, postulat moneter yang stabil merupakan objek kritik yang terusmenerus. Profesi akuntansi menghadapi tantangan untuk memilih antara unit uang dan unit daya beli umum sebagai unit pengukuran akuntansi.


 

4.    Postulat Periode Akuntansi

Meskipun postulat kelangsungan usaha menyatakan bahwa perusahaan akan tetap ada untuk periode waktu yang tidak terbatas, pemakai meminta berbagai informasi tentang posisi keuangan dan kinerja perusahaan untuk membuat keputusan jangka pendek. Sebagai tanggapan terhadap kendala yang disebabkan lingkungan pemakai, postulat periode akuntansi menyatakan bahwa laporan keuangan yang menggambarkan perubahan dalam kesejahteraan perusahaan seharusnya diungkapkan secara periodik. Panjangnya periode waktu dapat bervariasi, tetapi hukum pajak penghasilan, yang mensyaratkan penentuan income dengan dasar tahunan, dan praktik bisnis tradisional, menggunakan periode normal satu tahun. Meskipun kebanyakan perusahaan menggunakan periode akuntansi yang terkait dengan tahun kalender, beberapa perusahaan menggunakan tahun fiskal, atau tahun bisnis "alami". Bila siklus bisnis tidak berhubungan dengan tahun kalender, akan lebih bermanfaat untuk mengakhiri periode akuntansi ketika aktivitas bisnis telah mencapai titik terendah. Karena kebutuhan akan informasi yang tepat waktu, relevan dan sering, kebanyakan perusahaan juga menerbitkan laporan interim yang menyediakan informasi keuangan triwulanan atau bulanan, dan untuk menjamin kredibilitas laporan interim, Accounting Prindples Board menerbitkan APB Opinion No. 28, yang mensyaratkan laporan interim seharusnya didasarkan pada prinsip akuntansi dan praktik yang sama.

Dengan meminta entitas untuk menyediakan secara periodik, laporan keuangan jangka pendek, postulat periode akuntansi membebankan akrual dan tangguhan, penerapan yang menyebabkan perbedaan penting antara akuntansi akrual dan kas. Setiap periode, penggunaan akrual dan tangguhan diminta dalam pembuatan posisi keuangan perusahaan dalam istilah seperti expenses dibayar dimuka, pendapatan yang belum diterima, gaji yang belum dibayar, dan expenses depresiasi. Meskipun laporan keuangan jangka pendek bersifat arbitrer dan kurang tepat, kekurangan dikesampingkan karena signifikasinya bagi pemakai, dengan cara menentukan bahwa proses akuntansi terus menghasilkannya.

Konsep – Konsep Teoritis Akuntansi

  1. Teori Proprietary / Kepemilikan

Menurut teori ini, entitas sebagai "agen, perwakilan atau susunan melalui wirausahawan individual atau pengoperasi pemegang saham". Sudut pandang kelompok pemilik sebagai pusat kepentingan terefleksi dalam cara memelihara catatan akuntansi dan membuat laporan keuangan. Tujuan utama teori proprietary adalah untuk menentukan dan menganalisis kekayaan bersih pemilik, dengan persamaaan akuntansi:


 

Aset – Utang = Ekuitas Pemilik.

     Dengan kata lain, pemilik memiliki aset dan utang. Jika utang dianggap aset negatif, maka teori proprietary dikatakan berpusat pada aset dan, secara konsekuen, berorientasi neraca. Aset dinilai dan neraca disusun untuk mengukur perubahan dalam kepentingan atau kesejahteraan pemilik. Revenue dan expenses dianggap meningkat atau menurun secara berturutturut dalam kepemilikan yang bukan berasal dari investasi pemilik atau penarikan modal oleh pemilik. Jadi, income bersih atas utang dan pajak penghasilan perusahaan adalah expenses; deviden adalah penarikan modal.

    Meskipun teori kepemilikan secara umum dipandang terutama dapat diterapkan dalam perusahaan dengan kepemilikan terbatas seperti proprietorship
dan kemitraan, pengaruh teori proprietary mungkin ditemukan dalam beberapa teknik akuntansi dan terminologi yang digunakan oleh perusahaan yang dimiliki secara luas. Contoh,

Konsep tentang income perusahaan, yang dihasilkan setelah memperlakukan bunga dan pajak income sebagai expenses, menunjukkan "net income bagi pemegang saham" dan bukan untuk semua penyedia modal. Demikian pula, istilah seperti "laba per lembar saham" dan "deviden perlembar saham" berkonotasi pada penekanan pemilik. Metode ekuitas dalam akuntansi untuk net income perusahaan anak yang belum dikonsolidasikan termasuk dalam net income. Jadi konsep proprietary mengandung makna praktis.

    Teori proprietary dapat dianggap memiliki paling tidak dua bentuk, yang menjadi dasar untuk membedakan siapa yang termasuk dalam kelompok proprietary yaitu;

  1. Bentuk pertama, hanya pemegang saham biasa yang merupakan bagian dari kelompok proprietary dan pemegang saham preferred tidak termasuk di dalamnya. Jadi, deviden preferen dikurangkan ketika menghitung earnings pemilik. Bentuk kelompok proprietary yang sempit ini identik dengan konsep ekuitas residual yang dikembangkan Staubus. Konsisien dengan bentuk teori proprietary ini, net income diperluas dengan
    mengurangkan deviden preferen untuk menghasilkan net income kepada ekuitas residual yang menjadi dasar perhitungan laba per lembar saham.
  2. Bentuk kedua, teori proprietary, baik saham biasa dan saham preferen termasuk dalam ekuitas pemilik. Pandangan yang lebih luas tentang teori ini memfokuskan perhatian pada bagian ekuitas pemegang saham dalam neraca dan jumlah yang dikreditkan pada semua pemegang saham dalam laporan income.


 

  1. Teori Entitas

Teori entitas memandang entitas sebagai sesuatu yang terpisah dan berbeda dari pihak yang menyediakan modal pada entitas. Secara sederhana, unit bisnis, bukan pemilik, merupakan pusat kepentingan akuntansi. Unit bisnis memiliki sumber daya perusahaan dan bertanggung jawab terhadap pemilik maupun kreditor.

Persamaan :

    Aset = Ekuitas

Aset = Utang + Ekuitas Pemegang saham

Aset adalah pertumbuhan hak perusahaan; ekuitas menunjukkan sumber aset dan terdiri dari utang dan ekuitas pemegang saham. Baik kreditor dan pemegang saham adalah pemilik ekuitas, meskipun mereka memiliki hak yang berbeda terkait dengan income, kontrol risiko, dan likuidasi. Jadi, income yang diperoleh merupakan properti entitas hingga didistribusikan sebagai deviden kepada pemegang saham. Karena unit bisnis bertanggung jawab untuk memenuhi klaim pemilik ekuitas, teori entitas disebut sebagai "berpusat pada income" dan secara konsekuen berorientasi pada laporan laba rugi. Akuntabilitas kepada pemilik ekuitas dicapai dengan mengukur kinerja operasi dan keuangan perusahaan. Dengan demikian, income merupakan peningkatan dalam ekuitas pemegang saham setelah klaim pemilik ekuitas lainnya (sebagai contoh, bunga pinjaman jangka panjang dan pajak penghasilan) telah terpenuhi.

Peningkatan dalam ekuitas pemegang saham dipertimbangkan sebagai income bagi pemegang saham hanya jika deviden telah diumumkan. Demikian halnya, laba yang tidak dibagi (undistributed profit) tetap menjadi milik entitas karena mereka menunjukkan "corporation's proprietary equity in itself". Sebagai catatan bahwa ketaatan yang kaku pada teori entitas mendikte bahwa pajak penghasilan dan bunga pinjaman dianggap sebagai distribusi income dan bukan expenses. Akan tetapi keyakinan umum dan interpretasi teori entitas, adalah bahwa bunga dan pajak penghasilan adalah expenses. Teori entitas merupakan teori yang paling dapat diterapkan pada perusahaan bisnis bentuk korporat, yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya.


 

  1. Teori Dana

Dalam teori dana, dasar akuntansi bukan teori proprietary maupun teori entitas, tetapi kelompok aset dan kewajiban dan restriksi terkait, disebut dana, yang mengatur penggunaan aset. Jadi, teori dana memandang unit bisnis terdiri atas sumber daya ekonomi (dana) serta kewajiban dan restriksi terkait mengenai penggunaan sumber daya.

Persamaan:

Aset = Restriksi Aset


 

Unit akuntansi didefinisi dalam pengertian aset dan penggunaan aset yang telah
dilakukan. Kewajiban menunjukkan serangkaian restriksi hukum dan ekonomi pada penggunaan aset. Sehingga, teori dana "berorientasi aset" dalam pengertian bahwa fokus utamanya adalah pada administrasi dan penggunaan aset secara memadai. Laporan sumber dan penggunaan dana, bukan neraca atau laporan keuangan, merupakan tujuan utama pelaporan keuangan. Laporan ini merefleksikan perilaku operasi perusahaan yang berkaitan sumber dan penggunaan dana.

Teori dana terutama berguna untuk pemerintah dan organisasi nirlaba. Rumah sakit, universitas, unit kota dan pemerintahan, sebagai contoh, dijalankan dalam operasi yang beraneka segi sehingga memerlukan pemisahan dana. Setiap dana (selfbalanced fund) menghasilkan laporan terpisah melalui sistem akuntansi yang terpisah dan serangkaian catatan yang memadai.

Dana dapat didefinisi sebagai:

.... entitas fiskal dan akuntansi independen dengan pencatatan serangkaian akun kas dan atau sumber daya lain yang berimbang bersama dengan utang, kewajiban, cadangan, dan ekuitas yang terpisah untuk tujuan melakukan aktivitas tertentu atau mencapai tujuan tertentu sesuai dengan aturan khusus, restriksi, atau limitasi.


 

Jumlah dana dalam institusi nirlaba tergantung pada jumlah dan tipe aktivitas yang memiliki restriksi hukum berkaitan dengan penggunaan aset yang dipercayakan kepada organisasi.

Sebagai contoh, berikut ini terdapat delapan dana utama yang direkomendasikan untuk administrasi keuangan unit pemerintahan yang baik:

  1. Dana Umum (General Funds) untuk mencatat semua transaksi keuangan yang tidak layak dicatat dalam dana lain.
  2. Dana Penerimaan Khusus (Special Revenue Funds) untuk mencatat hasil atas sumber penerimaan khusus (selain perkiraan khusus) atau untuk mendanai aktivitas tertentu yang diminta oleh hukum atau aturan administratif.
  3. Dana Jasa Peminjaman (Debt Service Funds) untuk mencatat pembayaran bunga dan pokok pinjaman jangka panjang selain iuran khusus (special assessment) dan revenue bonds.
  4. Dana Projek Modal (Capital Projects Funds) untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran uang dan untuk memperoleh fasilitas modal selain yang dibiayai oleh iuran khusus dan dana perusahaan.
  5. Dana Perusahaan (Enterprises Funds) untuk mencatat pendanaan jasa bagi masyarakat umum, di mana sernua atau hampir sernua kos yang termasuk dibayarkan dalam bentuk beban oleh pemakai jasa.
  6. Dana Perwalian dan Agen (Trust and Agency Funds) untuk mencatat aset yang dimiliki unit pemerintahan sebagai bendahara atau agen individual, organisasi swasta, dan unit organisasi pemerintahan lain.
  7. Dana Jasa antar Pemerintahan (Intragovermental Service Funds) untuk mencatat pendanaan aktivitas khusus dan jasa yang dilakukan oleh unit organisasi yang ditunjuk dalam batas kekuasaan pemerintah.
  8. Dana luran Khusus (Spedal Assessment Funds) untuk mencatat iuran khusus yang dipungut guna mendanai perbaikan masyarakat atau jasa yang bermanfaat bagi kekayaan yang menjadi dasar pemungutan iuran tersebut.

Teori dana juga relevan untuk organisasi berorientasi laba, yang menggunakan dana untuk aktivitas yang bermacammacam seperti dana pelunasan (sinking funds), akuntansi untuk kebangkrutan dan perkebunan dan perwalian, akuntansi cabang atau divisional, pemisahan aset dalam aset lancar atau tetap, dan konsolidasi.


 

Prinsip-Prinsip Akuntansi

  1. Prinsip Kos

Kos pemerolehan (acquisition cost) atau kos historis merupakan dasar penilaian yang memadai untuk mengakui pemerolehan semua barang dan jasa, expenses, kos, dan ekuitas. Dengan kata lain, item dinilai dengan harga pertukaran pada saat barang tersebut dibeli dan dicatat dalam laporan keuangan pada nilai atau porsi amortisasi nilai barang. APB Statement No. 4 mendefinisi kos sebagai berikut:

Kos adalah jumlah, diukur dalam uang, kas yang dibelanjakan atau properti lain yang ditransfer, penerbitan modal saham, jasa yang diberikan, atau utang yang terjadi, sebagai imbalan atas barang atau jasa yang diterima, atau seharusnya diterima. Kos dapat diklasifikasikan sebagai belum terpakai (unexpired) dan telah terpakai (expired). Kos yang belum terpakai (aset) adalah yang dapat digunakan untuk menghasilkan revenue di masa mendatang.... Kos yang telah terpakai tidak dapat digunakan untuk menghasilkan revenue, dan karena alasan ini maka diperlakukan sebagai pengurang dari revenue sekarang atau dibebankan sebagai pengurang laba ditahan.

Kos menunjukkan harga pertukaran atau imbalan moneter yang diberikan untuk memperoleh barang atau jasa. Jika imbalan terdiri dari aset nonmoneter, harga pertukaran adalah ekuivalen kas atas aset atau jasa yang diterima. Prinsip kos dapat diterapkan untuk pengukuran transaksi utang dan modal. Prinsip kos dijustifikasi oleh postulat objektivitas dan postulat kelangsungan usaha. Pertama, kos pemerolehan adalah objektif, informasi yang dihasilkan dapat diuji kebenarannya. Kedua, postulat kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa entitas akan meneruskan aktivitasnya secara tidak terbatas.

Validitas yg kurang atas postulat unit pengukur, mengasumsi- kan bahwa daya beli dolar adalah stabil, merupakan keterbatasan utama untuk menerapkan prinsip kos. Penilaian kos historis mungkin menghasilkan figur yang salah jika perubahan dalam nilai aset sepanjang waktu diabaikan. Demikian pula, nilai aset yang diperoleh pada waktu yang berbeda selama periode terjadinya perubahan daya beli dolar tidak dapat ditambahkan bersamasama dalam neraca dan memberikan hasil yang berarti.


 

  1. Prinsip Revenue

Prinsip revenue menspesifikasi:

  1. Sifat dan Komponenkomponen Revenue

Revenue diinterpretasikan sebagai:

  1. Aliran masuk aset bersih yang berasal dari penjualan barang atau jasa ;
  2. Aliran keluar barang atau jasa dari perusahaan kepada pelanggan;
  3. Produk perusahaan yang dihasilkan dari pendapatan barang atau jasa oleh perusahaan selama periode waktu tertentu .

Hendriksen menganggap bahwa:

  1. Konsep produk lebih superior daripada konsep aliran keluar, yang lebih superior daripada konsep aliran masuk; dan
  2. Konsep produk adalah netral terkait dengan pengukuran (jumlah) dan saat (tanggal pengakuan) revenue, sedangkan konsep aliran masuk membingungkan terkait dengan pengukuran (jumlah) dan saat (tanggal pengakuan) proses revenue.

Perbedaan interpretasi atas sifat revenue disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang apa yg seharusnya masuk sebagai revenue.

Terdapat dua pandangan tentang komponen revenue yaitu:

  1. Pandangan revenue yang komprehensif memasukkan semua hasil dari aktivitas bisnis dan investasi. Pandangan ini mengidentifikasi revenue sebagai semua perubahan dalam aset bersih yang berasal dari aktivitas penghasil revenue dan keuntungan atau kerugian yang berasal dari penjualan aset tetap dan investasi. Dalam menerapkan pandangan ini, Accounting Terminology Bulletin No. 2 mendefinisi revenue sbb:

    Revenue berasal dari penjualan barang atau pemberian jasa dan diukur dengan, beban yang ditanggung pelanggan, klien, atau penyewa barang dan jasa yang disediakan untuk mereka. Revenue juga meliputi keuntungan dari penjualan atau pertukaran aset (selain saham yang diperdangkan) dan deviden yang diperoleh dari investasi, dan peningkatan lain dalam ekuitas pemilik kecuali peningkatan yang berasal dari kontribusi modal dan penyesuaian modal.

  2. Pandangan yang lebih sempit tentang revenue hanya memasukkan hasil yang berasal dari aktivitas penghasil revenue dan mengeluarkan penghasilan investasi dan keuntungan dan kerugian dari pelepasan aset tetap.

Pandangan ini mensyaratkan bahwa perbedaan yang jelas harus dibuat antara revenue dan keuntungan dan kerugian. Dalam pengadopsian pandangan revenue yang lebih sempit, American Accounting Association dalam sebuah pernyataan di tahun 1957 mendefinisi income sebagai:

.... kelebihan atas kekurangan revenue dibandingkan dengan kos yang telah terpakai dan keuntungan serta kerugian lain perusahaan yang berasal dari penjualan, pertukaran, atau konversi aset lainnya.


 

  1. Pengukuran Revenue

    Revenue diukur dalam pengertian nilai pertukaran produk atau jasa dalam sebuah transaksi yang lugas (arm'slength" transaction). Pandangan ini menunjukkan ekuivalen kas bersih maupun nilai diskontoan sekarang atas uang yang diterima atau seharusnya diterima dalam pertukaran barang atau jasa yang ditransfer oleh perusahaan kepada pelanggan. Terdapat dua interpretasi revenue yang muncul dari konsep revenue ini:

    1. Potongan tunai dan berbagai pengurangan dalam harga tetap, seperti kerugian piutang yang tidak tertagih, memerlukan penyesuaian untuk menghitung ekuivalen kas bersih yang sesungguhnya atau nilai diskontoan sekarang atas klaim uang dan secara konsekuen harus dikurangkan ketika harus menghitung revenue.
    2. (Interpretasi ini bertentangan dengan pandangan bahwa potongan tunai dan kerugian piutang tidak tertagih dianggap sebagai expenses).
    3. Untuk transaksi nonkas, nilai pertukaran sama dengan nilai pasar yang wajar barang/jasa yang diberikan atau yang diterima, mana yang lebih mudah dan jelas dalam menghitungnya.


 

  1. Waktu Pengakuan Revenue

    Revenue dan income yang diperoleh umumnya diakui dalam semua tahap siklus operasi (selama penerimaan order, produksi, penjualan dan penagihan). Karena ada kesulitan pengalokasian revenue dan income ketahap yang berbeda dari suatu siklus operasi, akuntan menggunakan prinsip "realisasi" untuk mengakui sebuah "peristiwa kritis".

    Makna inti dari realisasi adalah bahwa perubahan dalam aset atau hutang secara memadai telah menjadi tertentu dan bertujuan untuk membenarkan pengakuan dalam akun. Kreteria pengakuan revenue dan income, menurut American Accounting Association Committee adalah:

    1. diperoleh (earned), dalam satu atau beberapa pengertian,
    2. dalam bentuk yang dapat didistribusikan,
    3. hasil atas konversi yang timbul dari transaksi antara perusahaan dan pihak eksternal,
    4. hasil dari penjualan yang sah atau proses serupa,
    5. dipotong dari modal,
    6. dalam bentuk aset lancar,
    7. dampak kotor dan bersih pada ekuitas pemegang saham harus dapat diestimasi dengan tingkat reliabilitas tinggi.

    Komite mengaitkan prinsip realisasi dengan konsep pengukuran income yang dapat dipercaya, dan prinsip realisasi merupakan ekspresi dari kepastian profit yang mempengaruhi peristiwa yang dilaporkan sebagai revenue. Komite mendifinisikan realisasi sebagai berikut:

    Income harus diakui keberadaannya sebelum pertanyaan realisasi muncul. Realisasi bukan determinan dalam konsep income; realisasi hanya memberikan petunjuk dalam memutuskan kapan peristiwa terjadi, sebaliknya pemecahan dalam konsep income, dapat dimasukkan dalam catatan akuntansi dalam pengertian tujuan; yaitu, ketika ketidak pastian dapat dikurangi hingga level yang dapat diterima.


 

Dengan adanya interpretasi yang berbeda terhadap prinsip realisasi dan kriteria yang digunakan untuk mengakui perubahan aset dan hutang maka ketergantungan pada prinsip realisasi dapat menyesatkan. Secara umum revenue diakui dengan dasar akrual atau dasar peristiwa kritis.

Dasar akrual untuk pengakuan revenue berimplikasi bahwa revenue harus dilaporkan selama produksi, akhir produksi, pada saat penjualan atau pada saat pengumpulan `hasil penjualan. Revenue diakui secara umum selama proses produksi dalam situasi sbb:

  1. Revenue berupa sewa, bunga dan komisi diakui ketika telah diperoleh (earned). Dengan syarat adanya persetujuan sebelumnya atau kontrak yang menspesifikasi peningkatan secara bertahap dalam klaim terhadap pelanggan.
  2. Pemberian jasa individual atau kelompok profesional atau jasa yang serupa mungkin lebih baik menggunakan dasar akrual untuk pengakuan revenue, dengan syarat sifat klaim terhadap pelanggan adalah fungsi proporsi jasa yang diberikan.
  3. Revenue dari kontrak jangka panjang diakui dengan dasar kemajuan konstruksi atau "persentase penyelesaian". Persentase penyelesaian dihitung dengan:
    1. estimasi teknik atas pekerjaan yng dilakukan hingga tanggal tertentu dibandingkan dengan total pekerjaan yang harus diselesaikan menurut kontrak; atau
    2. total kos yang terjadi hingga tanggal tertentu dibandingkan dengan total kos yang diestimasi untuk total projek dalam kontrak.
  4. Revenue atas "cost plus fixedfee contracts" lebih baik diakui dengan dasar akrual.
  5. Perubahan aset karena pertumbuhan (acretion) akan menimbulkan peningkatan revenue (sebagai contoh, ketika umur minuman keras atau anggur, tanaman kayu, atau ternak menjadi dewasa). Meskipun transaksi harus terjadi sebelum revenue dalam contohcontoh tersebut diakui, revenue akresi didasarkan pada penilaian sediaan yang sebanding.

Dasar peristiwa kritis untuk pengakuan revenue dipicu oleh peristiwa krusial dalam siklus operasi. Peristiwa tersebut mungkin adalah:

  1. saat terjadinya penjualan;
  2. penyelesaian produksi;
  3. dan penerimaan pembayaran untuk penjualan berikutnya.

Dasar penjualan untuk pengakuan revenue dibenarkan karena:

  1. harga produk diketahui dengan pasti;
  2. pertukaran telah diakhiri dengan pengiriman barang, sehingga diperoleh pengetahuan yang objektif akan kos yang terjadi; dan
  3. dalam artian realisasi, penjualan merupakan peristiwa krusial.

Dasar penyelesaian produksi untuk pengakuan revenue dapat dibenarkan ketika pasar stabil dan harga stabil tersedia untuk komoditi standar. Dibanding penjualan, proses produksi merupakan peristiwa yang lebih krusial untuk pengakuan revenue. Aturan ini terutama dapat diterapkan untuk "logam mulia yang memiliki harga jual tetap dan harga pasar yang tidak signifikan". Perlakuan penyelesaian produksi tepat untuk emas, perak, dan logam mulia lain dan juga cocok untuk produk pertanian dan tambang yang memenuhi kriteria.

Dasar pembayaran untuk pengakuan revenue dibenarkan ketika penjualan akan dilakukan dan ketika pengakuan akurat yang memadai tidak dapat diberlakukan untuk produk yang ditransfer. Metode ini, yang jumlahnya merupakan revenue tangguhan, terutama diidentifikasi sebagai metode angsuran dalam pengakuan revenue.


 

  1. Prinsip Penandingan

    Prinsip penandingan menyatakan bahwa expenses harus diakui pada periode yang sama dengan revenue; yaitu, revenue diakui dalam periode tertentu sesuai dengan prinsip revenue, dan expenses yang terkait kemudian diakui. Hubungan terbaik dapat dicapai ketika hubungan tsb menggambarkan hubungan sebabakibat antara cost dan revenue.

Secara operasional, terdapat proses dua tahap untuk akuntansi expenses.

  1. Pertarna, kos dikapitalisir sebagai aset yang menggarnbarkan sekurnpulan jasa atau manfaat potensial.
  2. Kedua:, setiap aset dihapus sebagai expense untuk mengakui proporsi jasa potensial aset yang telah terpakai untuk menghasilkan revenue
    selarna periode tertentu.

Jadi, akuntansi akrual lebih ditunjukkan oleh prinsip penandingan dalam artian kapitalisasi dan alokasi dibanding akuntansi kas. Hubungan antara revenue
dan expenses tergantung pada satu dari empat kriteria:

  1. Penandingan langsung kos yang telah terpakai dengan revenue. Contoh, kos barang terjual (cost of goods sold) ditandingkan dengan penjualan terkait.
  2. Penandingan langsung kos yang telah terpakai dengan periodenya (sebagai contoh, gaji direktur untuk periode tertentu).
  3. Alokasi kos selama periode yang mendapatkan manfaat (sebagai contoh, depresiasi).
  4. Menjadikan expenses sernua kos lain dalam periode terjadinya, kecuali jika dapat ditunjukkan bahwa masih memiliki manfaat di masa mendatang (sebagai contoh, expenses advertensi).

Kos yang belum terserap (yaitu, aset) yang tidak memenuhi salah satu dari empat kriteria untuk menjadikannya expenses pada periode berjalan dapat dibebankan pada periode mendatang dan dapat diklasifikasikan dalam kategori yang berbeda sesuai penggunaan yang berbeda dalam perusahaan. Penggunaan yang bervariasi menjustifikasi perbedaan dalam penerapan prinsip penandingan.

  1. Kos produk selesai yang siap dijual

    Kos untuk menghasilkan produk selesai yang siap dijual secara urnurn meliputi bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Proses dua tahap digunakan untuk mencatat kos ini:

    1. Penilaian sediaan, atau penentuan kos produk
    2. penentuan income, atau penandingan kos produk dengan revenue.

    Ketika menentukan jumlah penilaian sediaan, permasalahannya adalah untuk menentukan kos mana yang merupakan kos produk (karena mereka memiliki manfaat di masa mendatang dan seharusnya dijadikan sediaan) dan kos mana yang merupakan kos periode (karena mereka hanya mempunyai manfaat untuk periode berjalan dan harus dibebankan ke dalam income berjalan). Metode kos absorpsi (penuh) dan metode kos langsung (variabel) menghasilkan jawaban yang berbeda.

    Metode kos
    absorpsi memperlakukan sernua kos produksi sebagai kos produk dan semua kos overhead pabrik tetap sebagai kos periode. Metode kos langsung
    hanya memperlakukan variabel kos preduksi sebagai kos produksi dan semua kos overhead manufaktur tetap sebagai kos periode pilihan antara dua metode ini telah menjadi kontroversi utama dalam literatur akuntansi untuk beberapa tahun.

  2. Aset Operasi Terdepresiasi (depredable operating assets)

    Aset operasi terdepresiasi juga sering disebut sebagai aset modal terpakai (wasting capital assets). Karena aset operasi terdepresiasi dianggap memiliki manfaat lebih dari satu periode, aset tersebut dikapitalisasi pada harga pemerolehannya, yang kemudian dialokasikan dengan dasar yang logis selama umur manfaat aset. Proses alokasi ini dikenal dengan depresiasi untuk aset berwujud seperti bangunan, perlengkapan, peralatan dan perabotan, sebagai deplesi untuk aset yang merupakan sumber daya alam (seperti simpanan tambang dan ladang perkebunan), dan amortisasi untuk aset tidak berujud seperti hak atau manfaat spesial (seperti paten, hak copy, waralaba, merk dagang, goodwill, beban tangguhan, kos riset dan pengembangan, kos organisasional, dan leasehold).


     

Akuntansi depresiasi telah didefinisi sebagai berikut:

Akuntansi depresiasi adalah sistem akuntansi yang bertujuan untuk mendistribusikan kos atau nilai dasar lain suatu aset modal berujud, dikurangi nilai sisa (jika ada), selama estimasi umur kegunaan unit (yang mungkin berupa sekelompok aset) dengan cara yang sistematis dan rasional. Hal tersebut merupakan proses alokasi, bukan penilaian. Depresiasi untuk suatu tahun adalah bagian dari total beban dalam suatu sistem yang dialokasikan beberapa tahun.

Beberapa metode depresiasi telah dikembangkan, setiap metode didasarkan pada pola yang berbeda dalam beban depresiasi selama umur aset berujud. Metode depresiasi didasarkan pada:

  1. Waktu, seperti metode garis lurus.
  2. Keluaran, seperi metode jam jasa dan metode unit keluaran.
  3. Beban depresiasi berkurang, seperti metode jumlah angka tahun, metode jumlah menurun dengan dasar persentase tetap, metode kos dengan tingkat menurun, dan metode saldo menurun ganda.
  4. Konsep investasi dan bunga, seperti metode anuitas dan metode dana pelunasan.
  1. Aset operasi tidak didepresiasasi (Nondepredable operating assets)

    Aset dan kategori kos utama ketiga terdiri dari aset operasi tidak didepresiasi juga yang disebut sebagai aset modal permanen, karena aset ini dianggap tidak dikonsumsi meskipun operasi bisnis sedang dilakukan. Nilainya tidak dipengaruhi oleh aktivitas produktif dan tidak memiliki dampak terhadap penentuan income hingga aset tersebut dijual atau direvaluasi. Dengan demikian, prinsip penandingan tidak dapat diterapkan untuk aset operasi yang tidak didepresiasi.

  2. Kos penjualan dan admisnistrasi

    Kos penjualan dan administrasi merupakan semua kos pemanufakturan yang diperlukan untuk menjalankan organisasi penjualan dan administrasi dasar. Kos ini diperlakukan sebagai kos periode dalam periode terjadinya, baik dalam metode langsung maupun metode absorpsi.


 

  1. Prinsip Obyektivitas

Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reliabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin reliabilitas maksimum adalah sangat sulit, akuntan telah menggunakan prinsip objektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran. Prinsip objektivitas, telah menjadi subjek interpretasi yang berbeda:

  1. Pengukuran objektivitas merupakan ukuran yang "tidak bersifat personal", dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnya. Dengan kata lain, objektivitas merujuk pada realitas eksternal yang independen dari orang yang menerimanya.
  2. Pengukuran objektivitas merupakan pengukuran variabel, dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti.
  3. Pengukuran objektivitas merupakan hasil dari "konsensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu".
  4. Ukuran penyebaran atas distribusi pengukuran digunakan sebagai indikator tingkat objektivitas suatu sistem pengukuran termaksud.


 

  1. Prinsip Konsistensi

Prinsip konsistensi menyatakan bahwa peristiwa ekonomi yang serupa seharusnya dicatat dan dilaporkan secara konsisten dari periode ke periode. Penerapan prinsip konsistensi membuat laporan keuangan lebih komparabel dan lebih berguna. Kecenderungan dalam data akuntansi dan hubungan dengan faktor-faktor eksternal akan terungkap secara lebih akurat bila prosedur pengukuran yang komparabel telah digunakan. Demikian pula, distorsi jumlah income dan neraca dan kemungkinan manipulasi laporan keuangan dapat dihindari dengan penggunaan prosedur akuntansi yang konsisten sepanjang waktu. Konsistensi juga merupakan batasan bagi pengguna yang dimaksudkan untuk memfasilitasi keputusan pengguna dengan memberikan laporan keuangan yang komparabel. Dalam opini standar, akuntan publik mengakui prinsip konsistensi dengan memperhatikan apakah laporan keuangan telah dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum yang diterapkan dengan dasar yang " konsisten dengan tahun sebelumnya" atau belum.

Prinsip konsistensi tidak menghalangi perusahaan mengubah prosedur akuntansi ketika hal tersebut dapat dibenarkan dengan perubahan keadaan, atau jika prosedur alternatif lebih baik. Menurut APB Opinion No. 20, perubahan yang dapat menjustifikasi perubahan prosedur adalah:

  1. perubahan dalam prinsip akuntansi;
  2. perubahan dalam estimasi akuntansi;
  3. perubahan dalam entitas pelaporan.

Perubahan ini harus terefleksi dalam akun dan dilaporkan dalam laporan keuangan secara retroaktif untuk perubahan dalam entitas akuntansi, secara prospektif untuk perubahan dalam estimasi akuntansi, dan secara urnum dan segera untuk perubahan dalam prinsip akuntansi.


 

  1. Prinsip Pengungkapan Penuh

Terdapat konsensus umum dalam akuntansi bahwa terdapat pengungkapan data akuntansi yang "penuh" (full), "wajar" (fair) dan "cukup" (adequate).

Pengungkapan penuh mensyaratkan bahwa laporan keuangan didesain dan dibuat untuk menggambarkan secara akurat peristiwa ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan untuk suatu periode dan memuat informasi yang memadai untuk membuat laporan berguna dan tidak menyesatkan bagi ratarata investor. Secara lebih eksplisit, prinsip pengungkapan penuh berimplikasi bahwa tidak ada informasi penting atau kepentingan bagi rata-rata investor yang dihilangkan atau disembunyikan.

Prinsip ini kemudian diperkuat kembali oleh berbagai permintaan ungkapan yang dibentuk oleh APB Opinion, laporan FASB dan terbitan akuntansi dan permintaan SEC (SEC Accounting Release and requirements). Pengungkapan penuh, dengan demikian secara luas, merupakan konstruk terbuka yang berisi beberapa pertanyaan yang tidak terjawab atau terbuka untuk interpretasi yang berbeda.

  1. Pertama, apa yang dimaksud dengan pengungkapan "penuh", "wajar" dan "cukup"? "Cukup" berkonotasi dengan serangkaian informasi minimum yang harus diungkapkan; "wajar" menunjukkan batasan etis yang meminta perlakuan yang adil bagi pengguna; dan "penuh" merujuk pada penyajian informasi yang lengkap dan komprehensif. Posisi lain yang dapat diterima adalah pandangan "wajar" sebagai tujuan utama dan titik tradeoff antara pengungkapan penuh dan cukup. Namun, dalam judul Fair Presentation in Conformity with Generally Accepted Accounting Prindples, APB Satement No. 4
    menyatakan bahwa penyajian wajar dapat terpenuhi bila:

    ... keseimbangan yang layak telah dicapai antara konflik kebutuhan untuk mengungkapkan aspekaspek penting posisi keuangan dan hasil operasi sesuai dengan aspekaspek konvensional dan untuk mengikhtisarkan data yang sangat besar dalam sejumlah judul laporan keuangan dan catatan pendukung.

  2. Kedua, apa yang seharusnya diungkapkan sehingga seorang investor yang hatihati tidak akan tersesatkan? Apa data yang merupakan inti informasi akuntansi? Apakah data tersebut meliputi informasi baru dan tambahan seperti akuntansi aset manusia, akuntansi sosialekonomi, akuntansi inflasi dan pelaporan segmen?

    Jawaban terhadap pertanyaan ini tergantung pada penentuan yang layak tentang pengguna, kebutuhannya, tingkat pemahamannya dan, yang lebih penting lagi, kemampuannya memproses informasi, dengan memperhatikan informasi berlebihan yang disebabkan oleh perluasan data. Skinner memberikan perhatian pada beberapa permasalahan yang seharusnya menjadi subjek pengungkapan penuh:

    1. Rindan tentang kebijakan dan metode akuntansi.
    2. Informasi tambahan untuk membantu analisis investasi.
    3. Perubahan dari tahun sebelumnya dalam kebijakan dan metode akuntansi yang digunakan dan dampak perubahan tersebut.
    4. Aset, utang, kos dan revenue yang timbul dari transaksi dengan pihak lain yang memiliki kepentingan pengendali.
    5. Aset, utang dan komitmen bersyarat.
    6. Transaksi keuangan atau transaksi operasi lainnya yang terjadi setelah tanggal neraca yang memiliki dampak material terhadap posisi keuangan.


       

    1. Prinsip Konservatisme

Prinsip konservatisme merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi dalam artian bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan dan reliabel. Prinsip konservatisme menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memilih yang paling kecil dampaknya terhadap ekuitas pemegang saham. Secara lebih spesifik, prinsip ini menunjukkan bahwa lebih disukai melaporkan nilai terendah untuk aset dan revenue dan nilai tertinggi untuk utang dan expenses. Prinsip konservatisme kemudian menyatakan bahwa akuntan secara umum menggambarkan perilaku pesimistik ketika memilih teknik akuntansi untuk pelaporan keuangan. Untuk mencapai tujuan pemahaman income sekarang dan aset, prinsip konservatisme mungkin mendorong perlakuan yang merupakan penyimpangan dari pendekatan teoritis.

Contoh, pengadopsian konsep lowerofcostormarket bertentangan dengan prinsip kos historis. Meskipun penilaian aset dan penyusutan dipercepat secara umurn diyakini sebagai ukuran yang melawan inflasi, mereka dipandang sebagai hasil dari pengadopsian prinsip konservatisme.

Di masa lalu, konservatisme dipergunakan bila berhubungan dengan ketidakpastian dalam lingkungan dan kemungkinan optimisme berlebihan dari manajer serta pemilik dan juga ketika melindungi kreditor dari distribusi aset perusahaan sebagai deviden yang tidak beralasan. Konservatisme mendorong ketidakjelasan dan ketidak- konsistenan ketentuan atau kewajiban atau keduanya.

Sterling menyebut konservatisme sebagai "prinsip penilaian akuntansi yang tertua dan mungkin yang paling pervasif, dewasa ini, penekanan pada penyajian yang objektif dan wajar telah mengurangi ketergantungan pada konservatisme". Konservatisme kini lebih diyakini sebagai petunjuk yang diikuti dalam situasi luar biasa, daripada sebagai aturan umurn yang secara kaku diterapkan dalam semua keadaan.


 

  1. Prinsip Materialitas

Seperti halnya konservatisme, prinsip materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi signifikan dapat diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip berterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan. Materialitas berlaku sebagai petunjuk implisit bagi akuntan dalam artian apa yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan, memungkinkan akuntan untuk memutuskan apa yang tidak penting atau apa yang tidak menjadi masalah dalam pencatatan kos, keakuratan laporan keuangan, dan relevansinya bagi pengguna.

Secara umum, badanbadan akuntansi telah meninggalkan penggunaan materialitas dalam pertimbangan akuntan, pada saat yang sama tetap menekankan pentingnya materialitas. Menurut APB Statement No. 4, materialitas menunjukkan bahwa "pelaporan keuangan hanya berurusan dengan informasi yang cukup signifikan untuk mempengaruhi evaluasi atau keputusan". APB Opinion No. 30 menggantungkan pada konsep materialitas yang tidak didefinisi untuk menjelaskan itemitem luar biasa. Demikian pula, APB Opinion No. 22 merekomendasikan pengungkapan semua kebijakan atau prinsip yang secara material mempengaruhi posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan dalam posisi keuangan suatu entitas. Pada tahun 1975, FASB menerbitkan memorandum diskusi tentang isu materialitas, yang menekankan pentingnya prinsip ini .

Prinsip materialitas kurang memiliki definisi operasional. Frishkoff mendefinisi materialitas sebagai "arti pentingnya relatif dan kuantitatif dari suatu informasi akuntansi bagi pengguna dalam konteks keputusan yang harus dibuat.

Pada tahun 1974, studi yang dilakukan oleh kelompok studi akuntan internasional memberikan ciri materialitas sebagai berikut:

Materialitas intinya merupakan masalah pertimbangan profesional. Item individual seharusnya dinilai material jika pengetahuan atas item tersebut secara layak dianggap memiliki pengaruh terhadap pengguna laporan keuangan .


 

  1. Prinsip Keseragaman dan Komparabilitas

Prinsip konsistensi mengacu pada penggunaan prosedur yang sama untuk itemitem yang terkait dengan perusahaan tertentu antar waktu; prinsip keseragaman merujuk pada penggunaan prosedur yang sama oleh perusahaan yang berbeda.

Tujuan yang diinginkan adalah mencapai komparabilitas laporan keuangan dengan mengurangi keanekaragaman yang terdapat karena penggunaan prosedur akuntansi yang berbeda oleh perusahaan yang berbeda. Pada kenyataannya, debat yang konstan terjadi tentang apakah fleksibilitas atau keseragaman seharusnya berlaku dalam akuntansi dan pelaporan keuangan. Pendukung utama prinsip keseragaman mengklaim bahwa prinsip
tersebut akan:

  1. mengurangi perbedaan penggunaan prosedur akuntansi dan ketidak cukupan praktik akuntansi;
  2. memungkinkan pembandingan yang berarti bagi pengguna laporan keuangan;
  3. memperbaiki kepercayaan pengguna pada laporan keuangan;
  4. mendorong intervensi pemerintah dan regulasi praktik akuntansi.

Pendukung utama fleksibilitas mengklaim bahwa:

  1. penggunaan prosedur akuntansi yang seragam untuk menunjukkan item yang sama yang terjadi dalam berbagai kasus menimbulkan risiko peyembunyian perbedaanperbedaan penting diantara kasuskasus tersebut;
  2. komparabilitas merupakan tujuan yang tidak praktis; "hal tersebut tidak dapat dicapai dengan mengadopsi aturanaturan perusahaan yang tidak menggunakan pencatatan yang memadai untuk situasi faktual yang berbeda;
  3. "perbedaan dalam keadaan" atau "variabelvariabel keadaan" meminta perlakuan yang berbeda, sehingga pelaporan perusahaan dapat merespon keadaan tempat transaksi dan peristiwa terjadi. Variabel keadaan didefinisi sebagai:

    "... kondisi lingkungan yang bervariasi diantara perusahaan dan yang mempengaruhi;

kelayakan metode akuntansi dan objektivitas ukuran yang merupakan hasil penerapan metode akuntansi

Leave a Reply

Artikel Terbaru